PEKANBARU, POTRETRIAU.com - Keberadaan kalangan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Kota Pekanbaru dan sejumlah daerah lain di Provinsi Riau, kian meresahkan saja.
Tak hanya menyasar kalangan dewasa, perilaku seks menyimpang ini juga sudah mulai 'menjangkiti' remaja bahkan anak-anak. Keberadaan kalangan LGBT ini turut mendongkrak jumlah penderita kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) di Riau.
Menurut Kepala Unit Pelayanan Khusus Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Provinsi Riau, dr Silvia Indriani, setiap hari pihaknya melayani pasien yang mengidap HIV ini, baik sekedar konsultasi atau berobat rutin.
Dijelaskan Silvia, tingginya kasus HIV di Riau, tidak terlepas dari perilaku seks menyimpang ini. "Ada tiga cara mudah HIV ini menular, pertama melalui darah, cairan kelamin dan ASI (Air Susu Ibu)," ujar Silvia.
Dijelaskan Silvia, dari empat seks menyimpang yang ada di LGBT, hubungan sesama lelaki dan biseksual (lelaki dengan lelaki, lelaki dengan perempuan) paling rentan terkena virus HIV.
"Hubungan perempuan dengan perempuan atau yang kita kenal dengan lesbian, itu tidak menular, karena perempuan itu biasanya menggunakan alat bantu. Berbeda dengan lelaki dengan lelaki, melalui kelamin dengan anus, di sana ada cairan kelamin, ini yang membuatnya 18 kali berisiko terkena HIV," paparnya.
Secara medis katanya, pelaku seks laki-laki dengan laki-laki sudah menyalahi kodrat sebagai manusia.
"Allah menciptakan anus untuk membuang kotoran, bukan untuk berhubungan seks. Di anus tidak ada pelicin seperti di kelamin wanita, lapisannya juga tipis sehingga mudah robek dan yang terpenting lagi tidak ada anti mikroba di anus itu, sehingga kalau masuk kuman dan segala macam, tidak terhindari . Makanya dalam kasus LGBT khususnya Lelaki Seks Lelaki ini 18 kali penularannya lebih cepat," pungkasnya.
Lebih jauh dipaparkannya, dari banyak pasien yang melakukan pemeriksaan ke unit layanan khusus RSUD Arifin Achmad, sebagian besar adalah pasien dengan kepribadian ganda dan pelaku seks menyimpang.
"Ya, setiap hari ini ada yang konsultasi ke sini. Terutama mengecek apakah mereka terjangkit HIV atau tidak. Dari konsultasi itu, ada beberapa yang memang mengakui termasuk dalam LGBT tadi atau LSL (Lelaki Seks Lelaki)," ucapnya.
Dari data yang dihimpun pihaknya, sejak 2017 hingga November 2018, pihaknya mencatat terdapat 240 pengidap HIV akibat hubungan seksual laki-laki dengan laki-laki. Sementara 80 lainnya tertular HIV karena hubungan seks laki-laki dengan perempuan.
Celakanya kata Silvia, dari sekian banyak pasien yang berobat, terdapat beberapa yang masih berusia remaja.
"Dari data kita itu, ada juga yang paling muda itu duduk dibangku sekolah SMA, tetapi dia mulai terkenanya sejak SMP. Ini karena hubungan laki-laki dengan laki-laki," pungkasnya.
Uniknya, penderita HIV dengan kasus Lelaki Seks Lelaki ini hampir dari semua kalangan. Mulai dari mahasiswa, umum, hingga aparatur sipil negara.
"Jadi orangtua harus benar-benar mengawasi anak-anaknya. Jangan anggap dia hanya berteman dengan laki-laki itu sudah pasti aman. Karena kasus LSL ini sudah sangat banyak yang kita tangani, lingkungan sangat menjadi penentu," jelas dr. Silvia.
Parahnya, kata dr. Silvia, menurut penelitian kasus LSL ini, hanya 20 persen yang bisa mengubah orientasi seksnya.
"Paling sekitar 20 persen yang bisa diluruskan, sisanya paling lama sampai tiga bulan, setelah itu kembali lagi ke kebiasaan buruk ini,"kata dr. Silvia.
Karena itu, Silvia berharap pemerintah tanggap terhadap persoalan ini. Terutama di lembaga pendidikan. "KPA (Komisi Penanggulangan Aids), Kementerian Agama dan Dinas Pendidikan harus memberikan pemahaman terkait bahaya seks menyimpang ini. Bila perlu adakan rutin pengajian dan kegiatan keagamaan di sekolah," pungkasnya.