INHIL, POTRETRIAU.com - Di tengah kondisi miris dan memprihatinkan akibat kurangnya ruang kelas untuk belajar, tidak menyurutkan semangat murid SDN 005 Desa Beringin Mulya, Kecamatan Teluk Belengkong, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), untuk tetap belajar.
Dengan jumlah murid yang cukup banyak yaitu 62 orang, tentu sangat mengherankan bila kekurangan sarana prasarana (Sarpras) sekolah masih saja terjadi di sekolah tersebut.
Namun faktanya seperti itu. Akibat ketiadaan Ruang Kelas, murid pun terpaksa dipindahkan belajar ke rumah dinas guru yang kondisinya juga sangat tidak layak.
“Harusnya SD itu ada 6 kelas ya, tapi masih ada satu lokal murid yang terlantar. Kadang belajar di ruang gurunya, akhirnya di letak di rumah Dinas yang tidak layak,” ujar Biwi Suwito, seorang Wali murid SDN 005 Desa Beringin Mulya seperti dilansir dari laman Tribun, Rabu (13/2).
Menurut Biwi, kondisi seperti ini sudah berlangsung lama, dan tidak ada tindak lanjut dari pihak sekolah untuk menambah lokal bagi murid–murid ini.
“Sudah dari dulu lokalnya memang kurang satu. Cuma ada kesalahan dari sekolah, laporan yang dimasukkan ke Daftar Pokok Pendidik (Dapodik) itu bagus semua. Ada juga kesalahan dari pihak sekolah setelah kita teliti kan,” ujarnya kesal.
Untuk mencari solusi atas permasalahan ini, Biwi selaku wali murid telah berkoordinasi dengan pihak desa untuk membangun ruang kelas secara swadaya, namun juga belum ada respon.
“Pihak desa mau aja urunan (iuran) atau gimana, tapi sudah 2 bulan ini tidak ada respon, ya sudah lah, saya coba carikan solusi. Kita ingin agar jangan diam, terlebih di zaman sekarang masih ada sekolah yang kekurangan lokal,” katanya miris.
Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Inhil tidak menampik masih banyak sarana prasarana sekolah yang masih kurang atau tidak layak di Inhil. Kepala Disdik Inhil, H Rudiansyah melalui Sekretaris Disdik Inhil, Fathurrahman menuturkan, untuk mengatasi hal ini, Disdik Inhil mengakui banyak bergantung kepada Bantuan Pemerintah (Bantah) atau Dana Alokasi khusus (DAK) yang berasal dari pusat atau Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN).
“Kalau anggaran daerah (APBD) memang belum cukup, dan kita masih berharap dari pusat. Cuma kadang ketika kita usulkan, orang pusat kan liat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang bagus–bagus saja, orang pusat tidak mau tahu dia, sehingga bantuan itu tidak keluar kadang,” ujarnya.
Menurut Fathurrahman, persoalan Dapodik ini memang menjadi dilema tersendiri, karena terkadang kepala sekolah tidak memasukkan laporan kondisi sekolah sesuai kenyataan.
“Dilemanya sekolah ini kadang buat begitu untuk akreditasi. Kalau tidak ada pustaka nilai rendah, jadi makanya dibuatnya ada, walaupun darurat, gimana kita mau mengusulkan. Sementara di pusat untuk bantuan harus sesuai Dapodik, kadang yang di-upload-nya ntah foto sekolah siapa, kondisi bangunan bagus,” tutur Fathurrahman lagi.
Karena itu, Fathurrahman menekankan kepada pihak sekolah untuk terus memutakhirkan data Dapodiknya sesuai kondisi yang ada, terutama mengenai sarana dan prasarana yang sangat penting bagi keberlangsungan belajar murid.
“Kami terus memantau dan mengingatkan sekolah agar Dapodiknya di-update terus. Jangan hanya kepentingan peserta didik terus yang diupload terkait Bantuan Operasional Sekolah (BOS), guru terkait sertifikasi, sehingga sarana prasarana diabaikan. Padahal ini terkait dengan bantuan sarana prasarana, jadi semua sisi Dapodik harus di-update pihak sekolah,” ujarnya.