Diduga Muat Barang Ilegal, Kapal Pintas Samudra 8 Tertahan di Malaysia

SELATPANJANG, POTRETRIAU.com - Beredar kabar Kapal MV Pintas Samudra 8 milik Jasa Pelayaran PT Putri Riau Sejati diduga memuat barang ilegal, sehingga harus berurusan dan menjalani pemeriksaan oleh Penegakan Maritim (MMEA) Diraja Malaysia. 

Kapal itu diduga menyeludupkan 3.000 unit rokok elektrik dari Selatpanjang ke negara tetangga Malaysia, seperti yang dilansir media setempat, malaymail.com.

Awalnya, kapal MV Pintas Samudra 8 ada penundaan keberangkatan dari Batu Pahat Malaysia, tujuan Selatpanjang, Kepulauan Meranti akibat dampak kerusakan mesin. Keberangkatan kapal tersebut tertunda sejak pada Sabtu (25/2) lalu.

Kepala KSOP Selatpanjang Capt Leonard Natal Siahaan tak menampik dugaan tertahannya operasional kapal tersebut oleh pihak Malaysia karena membawa barang ilegal. 

Namun kewenangan mereka hanya berkaitan atas keselamatan berlayar, sehingga tidak mengetahui bahwa ketika bertolak dari Selatpanjang menuju negara tetangga terdapat barang ilegal. 

"Kalau kami terkait keamanan dan keselamatan kapalnya. Terkait ABK dan dokumen ABK pun tidak masalah. Yang ternyata masalah barang ilegal ternyata," ungkapnya.

Leonard mengatakan, memiliki data manifes penumpang maupun barang di kapal MV Pintas Samudra saat berangkat dari pihak Bea dan Cukai. Hanya dari manifes barang tidak terdaftar barang yang mencurigakan.

"Jadi manifest barang pun harusnya tahu, tapi itu wewenang dari bea cukai. Kita tidak intervensi bahwa kebenaran dan keabsahannya itu kita sudah beri wewenang kepada bea cukai," jelasnya.

Pihaknya juga sudah menyampaikan kepada perusahaan pelayaran terkait untuk mengembalikan uang tiket yang sempat terjual untuk keberangkatan dari Malaysia ke Selatpanjang maupun sebaliknya. Untuk sementara Leonard menduga bahwa adanya dugaan dibawanya barang ilegal di atas kapal dilakukan oleh oknum. 

Dirinya menjelaskan bila ada permasalahan terkait jadwal keberangkatan kapal, pihak petugas di Malaysia biasanya berkoordinasi melalui Atase Perhubungan yang ada di Malaysia. Hingga Jumat ini, pihaknya belum mendapatkan kabar terbaru soal kejelasan kejadian tersebut.

"Belum ada informasi terbaru, tapi kabarnya kapalnya masih tertahan di sana," bebernya.

Ia menegaskan, bila nanti pihaknya mendapatkan laporan resmi terkait benar kejadian memang tersebut, pihaknya akan meminta perusahaan pelayaran terkait untuk mengganti nakhoda kapal MV Pintas Samudra 8.

"Kita nantinya akan memerintahkan ke pihak perusahaannya untuk mengganti nakhodanya, karena aturannya seperti itu," pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Kantor Bantu Bea Cukai Bengkalis di Selatpanjang Safik Garenda didampingi petugasnya Wachid Ariyanto memastikan tidak ada manifest barang ekspor di Kapal MV Pintas Samudra 8 yang dilaporkan melalui Bea Cukai. 

"Kalau bawa perorangan itu tidak ada melaporkan ke kita," jelasnya.

Ia menuturkan, pihaknya tidak wewenang atas barang yang diduga ilegal diangkut oleh Kapal MV Pintas Samudra 8 ke negara tetangga Malaysia dan ditahan oleh petugas di sana.

Hal itu berdasarkan aturan yang Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 203 Tahun 2007 tentang Ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut.

Dalam Bab II bagian ke satu pasal 2, setiap barang ekspor bawaan penumpang atau barang ekspor bawaan awak sarana pengangkut diberitahukan kepada pejabat Bea dan Cukai.

Barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas perhiasan emas, perhiasan permata, dan perhiasan bernilai tinggi lainnya yang termasuk dalam kategori jenis barang yang tercantum dalam Bab 71 buku tarif kepabeanan Indonesia.

Selanjutnya barang yang dibawa akan kembali ke dalam Daerah Pabean. Lalu, uang tunai dan atau instrumen pembayaran lain dengan nilai paling sedikit Rp100 juta atau dengan uang mata asing yang nilainya setara dengan itu. Dan yang terakhir barang ekspor yang dikenakan bea keluar.

"Jadi barang tersebut tidak termasuk jenis barang yang diatur oleh aturan PMK. Jika memang benar adanya dan tertahan oleh petugas custom di Malaysia, itu konsekuensi mereka lagi. Mungkin itu udah aturan di Malaysia, sehingga harus ditindak," tambahnya.***


Baca Juga