POTRETRIAU.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi budi daya bawang merah dari biji botani atau True Seed of Shallot (TTS) untuk mengatasi permasalahan produksi dan pembenihan bawang merah di Indonesia.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari, mengatakan penggunaan biji botani merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk perbaikan mutu benih bawang merah.
"TSS punya beberapa kelebihan dibandingkan benih umbi," ujarnya dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Senin.
Teknologi benih botani bawang merah bisa dilakukan secara massal dengan hasil penyediaan benih sepanjang tahun dan nisbah perbanyakan benih tinggi karena satu umbi yang ditanam bisa menghasilkan benih botani sebanyak 200 sampai 300 benih.
Adapun karakteristik benih bawang merah dari biji botani bervolume kecil dengan kebutuhan 3-5 kilogram benih biji per hektare. Sedangkan benih umbi butuh volume besar sekitar 1,2 ton per hektare yang menyebabkan biaya distribusi menjadi mahal.
Selain itu bibit botani juga bisa disimpan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun dan tidak ada masa dormasi. Sementara benih umbi masa berlaku label pendek hanya dua bulan dan tidak bisa menjadi keberlanjutan pasokan antar musim.
Puji menuturkan fluktuasi harga bawang merah dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional, namun demikian budi daya bawang merah yang selama ini dilakukan secara intensif dan telah berkembang pada 32 provinsi di seluruh Indonesia belum dapat menjamin kontinuitas produk, sehingga sering terjadi kurangnya pasokan pada akhir musim.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir kisaran produktivitas bawang merah nasional 8,5 sampai 10,5 ton per hektare yang indikasikan stagnasi produk komoditas.
"BRIN sudah menyiapkan policy brief khususnya kesesuaian lahan atau agro ekosistem untuk mendongkrak ke arah produktivitas dan bisa menjadi salah satu usaha memberikan rekomendasi nasional bagian akselerasi riset inovasi. Tahun 2023-2024 output adalah rekomendasi kebijakan," kata Puji.
Bawang merah merupakan komoditas sayuran bernilai strategis ekonomi tinggi di Indonesia. Fungsi bawang merah sebagai bumbu masak utama tidak dapat disubstitusi, sehingga ketersediaan sepanjang tahun dengan harga terjangkau sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya inflasi.
Bawang merah juga merupakan komoditas hortikultura pengungkit perekonomian masyarakat tidak hanya di daerah sentra seperti di Brebes, namun juga secara nasional.
Peneliti dari Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN Paulina Evy Retnaning Prahardini mengatakan bawang merah merupakan salah satu kebutuhan konsumsi yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
"Hal ini membawa konsekuensi bahwa perluasan lahan harus kita tingkatkan, efisiensi produksi kita perlukan dan peningkatan efektivitas bawang merah harus kita peroleh," ucapnya.
Untuk menghindari keengganan petani menggunakan biji botani karena umur panen yang lebih panjang dari benih umbi, maka direkomendasikan melakukan teknik pindah tanam.
Benih yang ditanam di lahan dalam bentuk semaian berumur 30-42 hari. Dengan teknik itu, petani mendapatkan bahan tanam berkualitas dengan umur panen 55-60 hari di lahan, tidak berbeda dengan umur panen dari benih umbi.***