Permohonan Penangguhan Penahanan Tiga Dokter RSUD Arifin Achmad Ditolak

Rabu, 05 Desember 2018

Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru menolak permohonan penangguhan penahanan tiga dokter di RSUD Arifin Achmad Riau. Ketiga dokter tersebut tetap ditahan jaksa sampai berkas perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

"Kami tidak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan (tiga dokter)," ujar Kepala Intelijen Kejari Pekanbaru, Ahmad Fuady, Rabu (5/13/2018).

Permohonan penangguhan penahanan diajukan untuk dr Welli Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial yang diduga terlibat korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di RSUD Arifin Achmad. Permohonan diajukan oleh Direktur RSUD Arifin Achmad dan asosiasi dokter.

Permohonan penangguhan itu diterima Kejari Pekanbaru pada Selasa (27/11/2018). Ketika itu sejumlah asosiasi dokter juga melakukan aksi solidaritas terhadap tiga dokter bedah tersebut di Kejari Pekanbaru.

Permohonan itu juga sudah dikoordinasikan dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Uung Abdul Syakur. "Tidak ada alasan kami buat mengabulkan permohonan itu," kata Fuad.

Fuat menyatakan, saat ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) sedang menggesa penyelesaian dakwaan untuk tersangka. Selain tiga dokter, pada perkara itu jaksa penyidik juga menetapkan dua pengusaha sebagai tersangka, yakni Yuni Efrianti SKp selaku Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR) dan mantan anak buahnya Mukhlis.

"Kita akan mempercepat pelimpahan (berkas) ke pengadilan. Insya Allah dalam minggu ini," tutur Fuad.

Dalam proses penyidikan hingga menyandang status tersangka di Polresta Pekanbaru, kelima tersangka tidak ditahan. Meskipun mereka sudah berstatus tersangka sejak awal bulan Januari 2018 lalu.

Dalam perjalanannya, tiga dokter itu sempat mengajukan praperadilan terkait penetapan status tersangka. Namun, praperadilan itu ditolak oleh hakim pengadilan.

Sementara itu, pagu anggaran pengadaan Alkes di RSUD Arifin Achmad Tahun Anggaran 2012/2013 mencapai Rp5 miliar. Sementara yang diusut penyidik Polresta Pekanbaru adalah kerjasama yang dijalin pihak rumah sakit dengan rekanan CV PMR.

Penyidik mendapati pengadaan Alkes tersebut tidak sesuai prosedur. Pihak rumah sakit menggunakan nama rekanan CV PMR untuk pengadaan alat bedah senilai Rp1,5 miliar.

Namun dalam prosesnya, justru pihak dokterlah yang membeli langsung alat-alat tersebut kepada distributor melalui PT Orion Tama, PT Pro-Health dan PT Atra Widya Agung, bukan kepada rekanan CV PMR.

Nama CV PMR diketahui hanya digunakan untuk proses pencairan, dan dijanjikan mendapat keuntungan sebesar lima persen dari nilai kegiatan. Atas perbuatan para tersangka, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp420.205.222. Angka ini berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPKP Riau.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.