PEKANBARU, POTRETRIAU.com - Meski saat ini sudah terdapat 24 ekor sapi yang mati dan 28 ekor dilakukan pemotongan paksa akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Riau, namun belum ada peternak yang mendapatkan ganti rugi seperti yang dijanjikan pemerintah pusat sebelumnya.
Beberapa waktu lalu, pemerintah mengaku siap memberikan ganti rugi bagi peternak yang hewannya mati akibat terkena wabah PMK sebesar Rp10 juta per ekor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ganti rugi diberikan kepada peternak UMKM yang hewan ternaknya dimusnahkan secara paksa akibat tertular PMK.
Terhadap hal itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Riau, Herman, mengatakan, sampai saat ini belum ada ganti rugi terhadap peternak yang hewan ternak yang mati dan potong paksa akibat PMK di Riau.
Ia mengatakan, hal ini dikarenakan terkendala persyaratan. Para peternak tidak bisa memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
"Rata-rata kawan di kabupaten itu tidak sanggup untuk memenuhi syarat yang sudah ditentukan, jadi tak ada yang mau," kata Herman.
Adapun dokumen yang harus disiapkan untuk pengajuan ganti rugi tersebut adalah hasil diagnosa yang menyatakan bahwa ternak tersebut terpapar wabah PMK.
"Jadi yang pertama itu, hewannya harus divisum dan harus ada pejabat otoritas veteriner di kabupaten kota masing-masing," ujarnya.
Kemudian hewan harus dilakukan pemotongan bersyarat yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang serta KTP peternak dan semua dokumen tersebut akan diinput ke dalam Sistem Informasi Kesehatan Hewan Indonesia (iSIKHNAS).
"Kemudian, peternak menunggu hasil verifikasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat, jka pengajuan tersebut lolos verifikasi maka akan mendapatkan ganti rugi jika memenuhi syarat dan dianggap layak oleh pusat. Namun sejauh ini di Riau belum ada peternak yang sanggup untuk memenuhi persyaratan tersebut. Penyebabnya karena pada umumnya peternak di Riau keberatan saat hewan ternaknya dilakukan pemotongan bersyarat," kata Herman lagi.
Selain itu, kata Herman, saat petugas akan melakukan pemotongan bersyarat, para peternak tidak bersedia. Sebab peternak berfikir sapinya akan sehat sehingga keberatan jika harus dipotong paksa. Padahal untuk pemberian ganti rugi ini hewan harus dilakukan pemotongan bersyarat.
"Saat mau dilakukan pemotongan paksa mereka menolak, alasannya peternak ini katanya nanti sembuh, tak bisa juga kita paksa," tukasnya.
Saat ini, dari data Satgas PMK di Riau, sejak kasus pertama pada Mei lalu, hingga saat ini sudah terdapat total 4.554 kasus PMK di Riau. Dari total tersebut adalah milik dari 551 orang peternak. Di 9 Kabupaten/ kota, dengan rincian 73 kecamatan, dan 230 desa. Kemudian, terdapat 24 ekor hewan ternak yang mati, 28 ekor potong paksa, dan dan kabar baiknya 4.177 diantaranya sembuh.
Untuk diketahui, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tidak semua sapi yang terkena wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) mendapatkan ganti rugi.
Ganti rugi hanya akan diberikan kepada peternak yang sapinya mati karena wabah PMK atau terpaksa harus dimusnahkan agar tidak menyebarkan penyakit.
Sedangkan sapi yang terkena wabah PMK tapi masih bisa dipotong dan dijual dagingnya tak akan dapat ganti rugi dari negara.
"Jadi kan tidak semua yang dimusnahkan itu (diganti), kalau yang dipaksa potong kan dagingnya masih bisa dijual dengan protokol tertentu," ujarnya beberapa waktu lalu.
Adapun ganti rugi direncanakan sebesar Rp10 juta per ekor sapi. Ganti rugi terutama diberikan kepada peternak UMKM yang terdampak wabah PMK.
"Jadi ada penggantian itu maksimal Rp10 juta," kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan anggaran untuk ganti rugi ini akan diambil dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Untuk besarannya masih dalam pembahasan.
"Secara umum, sudah disetujui akan menggunakan anggaran PC-PEN 2022 dan disetujui pokok-pokok anggaran nya. Namun detail rincian teknis nya masih akan direview," jelasnya.