Mengapa Korban Pemerkosaan Tidak Melawan?

ilustrasi Pemerkosaan

POTRETRIAU.com - “Kalau memang tidak mau, kenapa tidak melawan saja?” kata-kata tajam ini sering sekali dilayangkan oleh masyarakat umum kepada seorang korban serta penyintas kasus pemerkosaan.

Komentar seperti ini bisa muncul karena pada dasarnya banyak orang belum paham apa yang terjadi dalam benak dan tubuh seorang korban ketika pemerkosaan terjadi.

Untuk memahami mengapa banyak korban pemerkosaan tidak mampu melawan balik pelaku dan menghentikan serangannya, ternyata ada penjelasan yang didapat dari penelitian, yakni rasa takut yang membuat seseorang menjadi lumpuh.

Fenomena kelumpuhan sementara yang menyerang korban pemerkosaan sudah tercatat sejak beberapa dekade lalu.

Namun, memang baru-baru ini saja penelitian seputar reaksi korban pemerkosaan terhadap situasi ekstrem tersebut mendapat lebih banyak sorotan.

Dalam sebuah penelitian dalam jurnal Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica (AOGS) tahun 2017, para ahli mencatat bahwa 70 persen korban perkosaan mengalami sensasi seolah seluruh tubuhnya lumpuh. Akibatnya, mereka pun tak mampu bergerak, apalagi untuk melawan serangan pelaku. Sensasi kelumpuhan sementara yang terjadi pada korban pemerkosaan dikenal dengan istilah “tonic immobility”. Reaksi fisik ini sangat mirip dengan reaksi seekor hewan mangsa yang diserang oleh predator.

Hewan mangsa tersebut biasanya akan diam tak berkutik sedikit pun, sehingga predator yang akan menyergap mengira bahwa hewan yang diincarnya sudah mati. Rupanya, manusia juga bisa mengalami reaksi serupa. Pada manusia, korban yang diserang jadi tidak bisa menjerit minta tolong, melarikan diri, apalagi melawan balik si pelaku karena sekujur tubuhnya tidak bisa digerakkan.

Ingat, bukan berarti korban mengizinkan pelaku untuk berbuat keji! Korban justru sangat tidak berdaya sampai-sampai ia kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.

Reaksi ini cukup lumrah ditemui dalam berbagai situasi menegangkan.

Misalnya ketika seseorang tiba-tiba ditodong dengan senjata api oleh penjahat atau merasa melihat hantu. Tentu sulit sekali untuk langsung bergerak dan melawan balik perampok itu, bukan? Kebanyakan orang justru akan berdiri mematung saking kaget dan takutnya.

Sama halnya dengan seorang korban pemerkosaan. Ketika diserang, dalam benaknya korban juga akan berusaha untuk mengosongkan pikirannya.

Hal ini dilakukan secara otomatis supaya nanti korban tak akan mengingat-ingat lagi kejadian traumatis tersebut.

Bahaya menghakimi korban yang tak bisa berkutik Menurut dr. Anna Möller, seorang peneliti dari Karolinska Institutet and Stockholm South General Hospital di Swedia, menghakimi dan menyalahkan korban karena tidak melawan balik si pelaku sangat berbahaya. Pasalnya, sejumlah penelitian membuktikan kalau korban-korban pemerkosaan yang pada saat kejadian mengalami kelumpuhan sementara lebih rentan mengalami PTSD (gangguan stres pascatrauma) dan depresi.

Ini karena dalam hatinya, para korban menyalahkan diri sendiri karena tidak berdaya melawan serangan pelaku.

Tekanan dari diri korban sendiri begitu besar sehingga mengganggu kejiwaannya dan menyebabkan trauma psikologis yang serius.

Apalagi kalau ditambah komentar-komentar dari masyarakat luas. Hal ini akan semakin menghambat pemulihan korban, baik secara jasmani maupun rohani. Karena itu, sebaiknya jangan pernah menyalahkan seseorang karena tidak mampu melawan pelaku kejahatan seksual.

 


[Ikuti PotretRiau.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar