Kenaikan Harga BBM dan Subsidi untuk Petani

Ilustrasi

JAKARTA, POTRETRIAU.com - Pada 14 Agustus 2022, Indonesia khususnya petani yang menjadi ujung tombak dan pahlawan pangan mendapatkan penghargaan dari IRRI tentang Sistem Pertanian-Pangan Tangguh dan Swasembada Beras Tahun 2019-2021 melalui Penggunaan Teknologi Inovasi Padi yang diserahkan oleh Direktur Jenderal IRRI Jean Balie kepada Presiden Joko Widodo.

Saat masih dalam euforia penghargaan, tidak lama berselang, pada 3 September masyarakat dikejutkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Berita ini tentu mengejutkan seluruh masyarakat, dan tentunya akan berdampak di semua sektor tidak terkecuali pertanian.

Meskipun selama masa pandemi Covid-19 sektor pertanian telah menunjukkan ketahanan yang baik dengan tetap mengalami pertumbuhan yang positif, namun sektor pertanian, khususnya petani, juga akan mengalami dampak kenaikan BBM.

Capaian swasembada beras nasional dan bukti penghargaan dari IRRI bukan jaminan bahwa petani Indonesia saat ini sudah pada tahap sejahtera, sehingga keberpihakan dan solusi kepada petani serta sektor pertanian juga perlu tetap diperhatikan.

Bagi sektor pertanian, kalau kita lihat di petani-petani tradisional dan konvensional, mungkin dampak yang dirasakan adalah kenaikan harga-harga supporting budi daya pertanian seperti harga pupuk dan biaya logistik karena dari sisi distribusi dan transportasi akan terjadi penyesuaian harga.

Sedangkan kalau dikaitkan dengan petani-petani milenial dan modern, di mana ada penggunaan teknologi inovasi dalam budi daya pertaniannya, ini menjadi suatu masalah tersendiri. Alat dan mesin pertanian seperti traktor, mesin pengering, dan rice milling unit (RMU) membutuhkan BBM untuk menjalankannya.

Kenaikan harga BBM otomatis juga terjadi kenaikan biaya produksi yang harus dilakukan petani dalam menjalankan usaha bertaninya.

Kalau kita berpikir lebih jauh lagi, dampak kenaikan biaya produksi ini akan membuat anak-anak muda atau calon petani milenial berpikir untuk terjun ke dunia pertanian, karena biaya yang tinggi untuk menjalankan usaha taninya dengan teknologi.

Solusi

Solusi yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan ada subsidi khusus untuk BBM yang digunakan untuk alat dan mesin pertanian petani, termasuk ada SPBU-SPBU khusus untuk pertanian.

Kemudian supaya subsidi tersebut tepat sasaran, pelibatan ketua-ketua kelompok tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menjadi kunci kesuksesan dalam pemberian subsidi supaya tepat sasaran.

Bisa juga dengan memanfaatkan kartu tani, yang selama ini digunakan para petani untuk membeli pupuk maupun aktivitas budi daya pertanian.

Hal lain yang bisa dilakukan supaya subsidi tersebut tepat sasaran adalah penggabungan kelompok-kelompok tani dalam suatu ekosistem pertanian, karena dengan adanya ekosistem pertanian tersebut, jumlah anggota dan subsidi yang diberikan akan lebih mudah termonitor dan diawasi.

Semoga dengan solusi di atas, keberpihakan pemerintah kepada petani yang merupakan pahlawan pangan nasional, pertanian di Indonesia tetap bisa mempertahankan bahkan meningkatkan Sistem Pertanian-Pangan Tangguh dan Swasembada Beras melalui Penggunaan Teknologi Inovasi Padi, dan regenerasi petani tetap berjalan dengan adanya teknologi inovasi tersebut.

Bayu Dwi Apri Nugroho, PhD Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Ketua Dewan Pakar Pemuda Tani Indonesia.


[Ikuti PotretRiau.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar