Petani Tidak Boleh Dikriminalisasi Jika Punya Surat Tanah.

JAKARTA, POTRETRIAU.com - Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono mengatakan, petani yang memiliki surat tanah maupun surat girik tanah tidak boleh dikriminalisasi oleh siapa pun.

 

Heru menyampaikan itu setelah menerima perwakilan Serikat Petani Indonesia (SPI) di Wisma Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Sabtu (24/9/2022).

 

"Penegasan kami adalah kalau itu petani memiliki surat-surat, girik (tanah), dan lain-lain, wajib tak boleh dikriminalisasi oleh siapa pun," ujar Heru.

 

Oleh karena itu, pihaknya akan menindaklanjuti aduan 34 persoalan tanah yang dilaporkan oleh SPI.

 

"Ada 34 poin masalah yang nanti kami akan pilah-pilah. Kami pilah dan saya akan undang rapat instansi terkait, mungkin minggu depan. Karena saya Senin sampai Kamis tak ada di Jakarta. Mungkin Jumat dan hari berikutnya," jelas Heru.

 

Selain itu, Heru berjanji akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM serta pihak terkait soal aduan mengenai UU Omnibus Law.

 

Sementara itu, terkait laporan adanya sejumlah petani di Pandeglang yang belum menerima bantuan langsung tunai (BLT) pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM), Heru pun segera menindaklanjutinya.

 

"Ada di beberapa kecamatan di Pandeglang, Banten. Menit ini juga nanti saya akan sampaikan ke Kementerian Sosial, bisa ke Bu Menteri, bisa ke Bu Sekjen, untuk bisa diproses agar mendapat bantuan," tambah Heru.

 

Sebelumnya diberitakan, SPI menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya pada Sabtu siang.

 

Unjuk rasa tersebut dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional ke-62.Sejumlah perwakilan pengunjuk rasa kemudian diterima oleh Heru di Wisma Negara.

 

Perwakilan demonstran yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, pihaknya membawa sejumlah aspirasi yang ingin disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

Sementara itu, menurut Said, kondisinya berbeda jika petani baru beberapa waktu menggarap tanah.

 

"Itu mungkin bisa diarahkan agar ada kerja sama antara petani dengan korporasi," tutur Said.

 

Kedua, SPI meminta negara tidak mengkriminalisasi petani. Menurut dia, tindakan seperti itu menimbulkan rasa takut.

 

"Kalau itu lahan warga, maka sesuai anjuran ya hak milik. Tidak boleh ada intimidasi, penangkapan, bahkan tadi diceritakan ada penangkapan berulang," ungkap Said.

 

"Padahal tanah dia milik sendiri, tidak pernah menebang pohon, jadi ada tuduhan menebang pohon yang tidak dia lakukan. Dia dihukum dua tahun dan beberapa tahun, dan sampai dua kali," lanjut dia.

Ketiga, SPI meminta program bank tanah yang diatur dalam Undang-Undang Omnibus Law ditinjau kembali.

 

SPI menilai, bank tanah itu mengaburkan reforma agraria yang dicanangkan Presiden Jokowi.

 

"Yaitu memang belum dalam bentuk aturan, tapi masih jadi sebanyak 9 juta hektar akan didistribusikan ke petani yang disebut reforma agraria. Dalam konsep bank tanah justru itu tidak tercerminkan," tutur Said Iqbal.

 

 

"Malah mencerminkan komersialisasi terhadap kepentingan korporasi," tambah dia. 


[Ikuti PotretRiau.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar