Urus HGU Harus Pakai Uang Pelicin, KPK Dalami Dugaan Korupsi di BPN Riau

PEKANBARU, POTRETRIAU.com - Diduga semua urusan, khususnya saat mengurus Hak Guna Usaha, harus pakai uang pelicin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memeriksa pegawai di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Riau.

Dugaan itu didalami tim penyidik KPK saat memeriksa PNS/Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau 2019-2022 M. Syahrir, dan ASN Erie Suwondo di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu, 26 Oktober 2022 kemarin.

Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau.

"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pengajuan dan pengurusan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau yang diduga dapat dikondisikan agar segera disetujui dengan adanya pemberian sejumlah uang pada pihak yang terkait dengan perkara ini," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Kamis (27/10/2022).

Diketahui, saat ini KPK sedang mengusut kasus dugaan suap terkait pengurusan perpanjangan HGU oleh pejabat di Kanwil BPN Provinsi Riau. Kasus itu merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra.

"Menindaklanjuti proses persidangan dan fakta hukum terkait adanya suap dalam perkara Terdakwa Andi Putra (Bupati Kuantan Singingi). KPK kemudian melakukan penyidikan baru. Yaitu, dugaan korupsi berupa suap dalam pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) oleh pejabat di Kanwil BPN Provinsi Riau," kata Ali.

Dalam kasus ini KPK sudah menetapkan sejumlah tersangka. Namun KPK belum mengumumkan nama-nama tersangka

Berdasarkan informasi yang dihimpun, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Ketiga tersangka tersebut yakni, Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau M Syahrir, Pemilik Hotel Adimulia Frank Wijaya, serta General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.

Dalam proses penyidikan ini, KPK telah melakukan serangkaian penggeledahan di sebuah perusahaan swasta dan rumah pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara ini di wilayah Medan hingga Palembang.

KPK berhasil mengamankan SGD 100 ribu atau setara Rp 1 miliar dalam penggeledahan tersebut. KPK juga sudah mencegah Syahrir dan Frank Wijaya bepergian ke luar negeri.

Dalam salinan putusan terhadap Bupati Kuansing Andi Putra disebutkan Muhammad Syahrir diduga menerima uang Rp 1,2 miliar dari Frank Wijaya. Syahrir sebelumnya meminta uang sebesar Rp 3 miliar.

Diduga pemberian uang dari Frank Wijaya kepada Syahrir melalui Sudarso, General Manager PT Adimulia Agrolestari. Sudarso memberikan uang di kediaman Syahrir.

"Uang diberikan dalam mata uang dolar Singapura sebesar Rp 1,2 miliar," kata Sudarso seperti termaktub dalam berkas putusan Andi Putra.

Diduga pemberian uang itu terkait pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari.

"Bahwa Terkait perpanjangan HGU Nomor 9, 10, dan 11, alasan saksi sudah memberikan uang ke BPN, sudah ditentukan kapan selesai perpanjangan HGU nya ketika selesai panitia B akan ada rekomendasi dari Kanwil BPN untuk dibawa ke Pusat," tulis petikan putusan Andi Putra.

Dalam perkara itu, Andi dihukum 5 tahun dan 7 bulan penjara, serta denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. Sementara Sudarso selaku pemberi suap dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.


[Ikuti PotretRiau.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar