Politik Uang dan Bibit Koruptor

INHIL, POTRETRIAU.com - Politik Uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji  menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik Uang atau Money Politic umumnya dilakukan oleh Peserta Pemilu, entah itu tim kampanye, calon kandidat ataupun Partai Politik yang tidak bertanggung jawab. Praktik Politik Uang biasanya berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada pemilih agar mereka memberikan suaranya kepada pasangan calon atau partai politik yang bersangkutan. 

Politik Uang sudah jelas merupakan sebuah bentuk pelanggaran didalam kampanye Pemilu. Larangan Money Politic yang disebutkan dalam Pasal 280 ayat 1 huruf j Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 yakni dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang “menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta pemilu”. Sanksi Tindak Pidana Pemilu, Sanksi Politik Uang dalam Pasal 515 Undang-Undang No. 7 tahun 2017, yakni “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah,  dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”.

Politik Uang kini semakin merajalela terjadi di setiap menjelang Pesta Demokrasi Pemilihan Umum, yang seharusnya masyarakat itu memiliki hak dan kebebasan memilih tetapi ketika dihadapkan dengan Politik Uang mereka rela mengorbankan hak dan kebebasannya memilih kepada satu pilihan yang hasilnya tidak murni dari pikiran dan hati nurani masyarakat, sehingga keinginan masyarakat tidak tercapai 

Jika kita kilas balik Pemilu pada tahun 2019 terdapat sejumlah tindak pidana Politik Uang yang terjadi diberbagai daerah, seperti mobil berisi uang RP. 1,075 miliar, OTT ratusan juta rupiah di Pekanbaru, OTT di Karo, Polewali Mandar, Padang Lawas, hingga di Jakarta. 

Tidak bisa dipungkiri, kasus demi kasus Politik Uang terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Meski nominalnya tidak sebesar yang mencuat hingga nampak dipermukaan, walau begitu politik uang tetaplah politik uang tidak memperhatikan jumlah, sedikit maupun banyak. Politik Uang ini perlu dipangkas sebab itu akan menjadi cikal bakal terjadinya tindakan Korupsi.

Rendahnya tingkat Pendidikan di masyarakat mengantarkan kepada suatu pemahaman yang rendah pula, sehingga apa yang dihasilkan dari itu adalah rendahnya kesadaran akan pentingnya memilih suatu pemimpin yang dapat mewakili suara public. Ditambah dengan lemahnya perekonomian mayarakat, dan juga lemahnya budaya disuatu masyarakat yang mendorong masyarakat untuk melakukan Politik Uang. Keadaan seperti ini menjadi lingkaran yang berbahaya untuk kelangsungan Politik kedepan yang saling berhubungan diantaranya. 

Seperti yang saya sebutkan di atas akibat Faktor Pendidikan, Faktor Ekonomi, dan budaya membuat suatu masyarakat rela mengorbankan kesadaran politiknya dalam menentukan hak pilih pemilu pada suatu keinginan calon kandidat atau Partai Politik. Keadaan seperti ini melahirkan pejabat terpilih yang berpotensi melakukan tindakan Korupsi. 

Coba kita bayangkan masyarakat yang jumlahnya banyak ini, dengan calon kandidat atau pejabat yang rela menggelontorkan uang kepada masing-masing Pemilih untuk bagaimana mereka bisa duduk di bangku Pemerintahan, berapa uang yang mereka butuhkan? banyak sekali bukan, kita membayangkannya saja sudah mengerikan. 

Belum lagi dana yang dikeluarkan untuk kampanye keliling-keliling daerah. Lalu ketika mereka menang dan duduk dibangku pemerintahan, bagaimana bisa mengembalikan kerugian uang yang dikeluarkan sebanyak itu. 

Terus bagaimana pejabat yang sudah duduk ketika menghadapi suatu pemilu selanjutnya, pasti mereka memikirkan dan mengamankan bagaimana mereka bisa terpilih kembali, entah itu mempertahankan posisi atau meningkatkan ke yang lebih tinggi. Nah! disinilah berpotensi terjadinya tindakan Korupsi yang dilakukan calon kandidat atau pejabat yang tidak bertanggung jawab itu. 

Kita sebagai Pemilih yang menggunakan hak pilih tentu harus memikirkan hal demikian. Betapa ruginya kita mengorbankan hak pilih demi hal material semata, yang hanya bisa dinikmati sesaat lalu mengorbankan Nasib bangsa kedepan kepada Pejabat yang tidak memikirkan Rakyatnya. Bukankah ini suatu kebodohan massal apabila banyak masyarakat yang terlibat didalam Politik Uang. Ada banyak orang yang kita bertanggung jawab atas nasibnya didalam menentukan hak pilih.

Maka dari itu gunakan hak pilih sebaik-baiknya, pilihlah sesuai Nurani, sesuai hasil pikiran yang baik, dan ikutlah berpartisipasi aktif karena Pemilu sebagai Pendidikan Politik memberikan kebermanfaatan didalam menambah perbendaharaan pemahaman baru terhadap politik. Semoga kita memiliki kesadaran bersama dalam menghasilkan Pemilu yang berdaulat, pemilu yang jujur dan adil.

Oleh : Aditya Ramadhan Ketua Umum HMI Komisariat Ekonomi UNISI

 


[Ikuti PotretRiau.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar