260 Juta Orang di Asia Tenggara Alami Gangguan Mental

Ilustrasi

POTRETRIAU.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, sebanyak 260 juta orang di Asia Tenggara, atau sekitar satu dari tujuh orang, mengalami gangguan mental, dan banyak dari mereka tidak menerima perawatan tepat waktu.

Penasihat regional WHO untuk kesehatan mental di Asia Tenggara, Dr Andrea Bruni mengungkapkan, masalah kesehatan mental sangat umum terjadi di kawasan ini, dengan kesenjangan pada pengobatannya yang sangat besar,

“Di beberapa negara, kesenjangan pengobatannya mencapai 90 persen, yang berarti bahwa hingga 90 persen dari mereka yang mengalami gangguan mental tidak menerima pengobatan dan perawatan yang tepat dan tepat waktu, atau tidak menerima pengobatan dan perawatan sama sekali,” ujar Andrea Bruni menyambut Hari Kesehatan Mental Sedunia, Selasa (10/10/2023).

Kesenjangan pengobatan sangat besar, katanya dalam sebuah wawancara pada Selasa, seiring dengan peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia.

Selain itu, stigma mengenai gangguan mental juga masih tersebar luas di Asia Tenggara. “Seringkali, stigma berubah menjadi diskriminasi terhadap orang-orang yang menderita kondisi ini. Stigma terutama terjadi pada orang-orang dengan kondisi kesehatan mental yang parah,” jelasnya.

Ia menyebutkan, mitos umum yang tersebar luas di wilayah Asia Tenggara ini adalah bahwa individu yang bermasalah mentalnya perlu menerima pengobatan, perawatan dan dukungan di rumah sakit jiwa.

“Faktanya berbeda. Masyarakat dengan gangguan mental perlu mengakses layanan yang berbasis komunitas, lebih mudah diakses dan lebih menghormati hak asasi manusia,” ujarnya.

Namun, segala sesuatunya perlahan berubah, kata Andrea Bruni.

“Segala sesuatunya berubah melalui keterlibatan aktif dan pemberdayaan orang-orang dengan pengalaman hidup dan pengasuh, (yang) harus menjadi aktor integral dan mendasar dalam merancang kebijakan dan layanan kesehatan mental,” jelasnya.

Pada Hari Kesehatan Mental tahun ini, WHO fokus pada hak universal atas kesehatan mental yang baik. “Kesehatan mental yang baik sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan kita secara keseluruhan, dan setiap orang berhak menikmati standar kesehatan mental tertinggi,” kata Andrea Bruni.

a menambahkan, WHO berupaya untuk memastikan kesehatan mental dipromosikan dan dilindungi. “Namun sayangnya, di seluruh dunia dan juga di kawasan Asia Tenggara, orang-orang dengan gangguan mental terus mengalami berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan banyak orang yang dikucilkan dari komunitas dan masyarakat.

Menurut WHO, pada tahun 2019, hampir satu miliar orang, atau sekitar satu dari delapan orang di seluruh dunia hidup dengan kondisi gangguan mental.

Para ahli memperkirakan bahwa angka tersebut kini jauh lebih tinggi, di tengah tekanan global seperti pandemi Covid-19, konflik Rusia-Ukraina, dan krisis iklim yang sedang berlangsung.


 


[Ikuti PotretRiau.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar