Masyarakat Inhil Ancam Keluar dari Riau ‘Sekdaprov Riau Angkat Bicara’

Ilustrasi

POTRETRIAU.com - Masyarakat Kecamatan Reteh, Indragiri Hilir mengancam akan keluar dari Provinsi Riau dan bergabung dengan Jambi kalau pemerintah tak kunjung memperhatikan kebun kelapanya yang rusak akibat abrasi air laut.

Selain rusak, harga kelapa yang tergolong murah membuat masyarakat yang tinggal di perbatasan Riau-Jambi semakin menderita.

Apalagi kondisi ini sudah disampaikan kepada pemerintah setempat, namun karena kondisi keuangan daerah terbatas aspirasi masyarakat belum terpenuhi.

Karena itu, masyarakat Reteh minta perhatian dari Pemerintah Provinsi Riau untuk mengatasi persoalan kebun masyarakat yang rusak dan harga kelapa yang anjlok.

Hal itu diungkap Anggota DPRD Riau, M Arfah saat menyampaikan hasil reses masa sidang III pada rapat paripurna DPRD Riau, Senin (28/1/2019).

“Kita harap Pemprov Riau melalui OPD terkait bisa menuntaskan persoalan masyarakat Reteh, kalau tidak mereka akan memisahkan diri dari provinsi Riau,” ungkapnya menyampaikan pesan masyarakat Reteh.

Menanggapi prihal tersebut, Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi mengatakan sejauh ini pelayanan Pemprov Riau tidak ada membeda-beda daerah.

“Fungsi pelayanan kita selama ini kan sama. Persoalannya tidak semudah yang kita bayangkan. Kadang ada urusannya yang merupakan kewenangan kabupaten, mungkin kabupaten ada skala prioritas, tatkala dilempar ke provinsi, kita juga punya skala prioritas,” ujarnya.

Meski kondisi itu tidak ada kewenangan provinsi, Sekdaprov Riau tidak mempersoalkan kalau masyarakat meminta bantuan provinsi, dan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Pemkab Inhu untuk memperjelas persoalan kelapa yang dikeluhkan masyarakat.

Menurutnya di Inhil sebenarnya ada sarana prasarana ekspor yakni pelabuhan. Karena itu pihaknya sudah mencoba mengundang Pemkab Inhil untuk membahas persoalan tersebut.

“Kita sudah undang rapat Pemkab Inhil, kemarin ke sana (Inhil) saya tawarkan untuk rapat di sana, tapi pejabat Inhil banyak tak di tempat. Jadi mereka minta diundur lagi rapatnya,” ujarnya.

Bahkan Ahmad Hijazi mengaku sudah duduk dengan Bea Cukai setempat, bahwa ada surat edaran Dirjen Perdagangan Luar Negeri tidak ada larangan ekspor.

“Kalau di daerah itu berlaku hambatan-hambatan ekspor itu yang harus kita bereskan. Mungkin Pemkab Inhil bisa mengawasi, kalau ada yang menghambat ekspor siapa saja yang hambat. Kabarnya kalau ada yang bawa kelapa ada yang coba-coba tangkap, itu kan tak benar. Betul tidak isu itu, tolong Pemkab Inhil klarifikasi soal itu,” pintanya.

Disinggung murahnya harga kelapa di Inhil karena ada permainan mafia, Ahmad Hijazi menyatakan bisa
saja itu terjadi, makanya sekarang harus dibuka pasar seluas-luasnya.

“Jangan ada hambatan ekspor. Saya kira kalau kita buka pasar, monosoni akan hilang by sistem,” cakapnya.

Namun untuk membuka pasar itu, tambah Ahmad Hijazi, terlebih dahulu harus disiapkan sarana dan prasarana ekspor supaya bisa ekspor langsung.

“Kalau kita mengandalkan industri sendiri ternyata tidak berpihak kepada rakyat, harga yang kita saksikan sekarang tak maksimal (murah). Mungkin dalam waktu dekat kita undang Pemkab Inhil membahas persoalan kelapa ini,” tukasnya.


[Ikuti PotretRiau.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar