Saat Bung Tomo Harus Sembunyi-Sembunyi Bertemu Kekasih saat Pertempuran Surabaya Berkobar
Sebagai seorang pemimpin pasukan dalam Pertempuran Surabaya, Bung Tomo harus menahan rindu pada kekasihnya. Bahkan untuk bertemu pun harus dilakukannya secara sembunyi-sembunyi.
Hubungan percintaan yang terjalin di tengah kemelut perang 10 November 1945, yang kemudian diabadikan sebagai Hari Pahlawan Nasional, tentu tak mudah dilalui. Apalagi, saat itu kondisi sosial masyarakat di Indonesia tengah berusaha mempertahankan kemerdekaan dari ancaman agresi militer oleh Belanda.
Tak pelak hal ini membuat kekasih Sutomo, nama asli Bung Tomo, Sulistina, harus mengalah untuk tak bertemu pujaan hatinya.
Dikisahkan pada buku "Bung Tomo Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November" tulisan Abdul Waid, sejak Januari 1946 ia dan Bung Tomo tak sering bertemu.
Sulitnya pertemuan keduanya, tidak hanya karena kesibukan kedua orang ini pada pekerjaan masing-masing. Melainkan juga faktor saat itu Surabaya masih dikuasai oleh tentara sekutu.
Pada masa itu di Surabaya, terjadi bentrokan - bentrokan bersenjata antara pemuda - pemuda pejuang Republik Indonesia dengan pasukan sekutu, yang pada akhirnya berkembang menjadi pertempuran besar yang terkenal dengan pertempuran Surabaya.
Sebab itulah, kedua pasangan sejoli yang tengah dimabuk asmara ini tak sering bertemu. Bila melakukan pertemuan pun dilakukan secara sembunyi - sembunyi. Selain karena merasa tidak enak dengan teman - teman sejawat dan seperjuangan, itu dilakukan untuk menghindar dari intaian tentara sekutu.
Apalagi, ketika Bung Tomo baru menjalani hubungannya dengan Sulistina, ia adalah sosok pemberontak yang giat memobilisasi massa menentang keberadaan sekutu di Surabaya. Ia pun dikenal sebagai pemimpin Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) yang paling dicari oleh tentara sekutu. Tentara sekutu merasa tidak nyaman dengan gerakan Bung Tomo.
Melihat situasi demikian, sangat mustahil bagi Bung Tomo untuk menjalin cinta dengan Sulistina secara terang - terangan. Jika tidak ada kesempatan yang betul - betul memungkinkan, Bung Tomo tidak bertemu dengan Sulistina. Sulistina pun bukannya perempuan manja yang sering galau, ia mengerti dengan keadaan yang dialami Bung Tomo. Ia pun tak menuntut banyak waktu Bung Tomo untuk dirinya.
Hubungan mereka waktu itu didasari atas dasar kepercayaan yang tinggi satu sama lain, sehingga sama sekali tidak terjadi masalah serius dalam hubungan, mereka walaupun dijalaninya dengan long distance relationship (LDR) atau hubungan jarak jauh. Dari Sulistina yang penuh pengertian itulah, Bung Tomo semakin cinta dan sayang dengan aktivis Palang Merah Indonesia (PMI) ini.
Selain sosok Sulistina yang cantik, ia merupakan perempuan baik, ramah, sopan, bersahaja, mudah bergaul, penyayang, penuh pengertian, dan selalu murah senyum kepada setiap lawan bicaranya, khususnya kepada Bung Tomo. Di sela - sela kesibukannya, konon Sutomo kerap kali memikirkan gadis yang terpaut lima tahun lebih muda darinya.
Apalagi, Sulistina merupakan perempuan yang selektif dalam menentukan pendamping hidupnya. Hal ini membuat tak banyak laki - laki yang mendekati Sulistina, karena sifatnya yang disiplin dan banyak pertimbangan untuk memilih pasangan hidup.
Hanya sedikit laki-laki yang berani merayu Sulistina, dan salah satunya Bung Tomo. Tak pelak hal ini membuat Bung Tomo, memutuskan untuk menikahi gadis berdarah Malang itu.
Tulis Komentar